Banyak
hal yang di dapat di bangku sekolah selain ilmu pengetahuan, teman, cara
berpikir dan cara melindungi diri dari orang lain di lingkungan. No satu
pilihan itu tepatnya mendapatkan ilmu pengetahuan. Karena sekolah dibuat memang
untuk itu. Cara berpikir seiring dengan ilmu yang diperoleh peserta didik. Sedangkan
melindungi diri dari orang lain disebabkan faktor bagaimana peserta didik
beradaptasi dan bagaimana peserta didik memahami kehebatan di dalam
dirinya. Dalam tulisan ini penulis fokus
bagaimana peserta didik dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dan resikonya yaitu
tinggal kelas.
Banyak
biaya yang dikeluarkan oleh orang tua dari bangun tidur sampai anaknya pulang
sekolah. Biaya transportasi, biaya hidup dan biaya yang tak terduga dari
sekolah bila ada tugas dari sekolah. Namun biaya bukan menjadi halangan bagi
sebagian orang tua karena sebagai makhluk sosial orang tua ingin anaknya
seperti orang lain yaitu mengecap pendidikan dan mendapakatkan ilmu pengetahuan
supaya pintar disemua bidang atau bidang tertentu. Dan bahkan anaknya diikut
sertakan dalam les, kursus, privat untuk memantapkan pelajaran di sekolah.
Semua
biaya yang dikeluarkan oleh orang tua untuk satu kesepakatan kata yaitu anaknya
menjadi pintar, bisa dan mampu dibidang yang dikehendaki. Masalahnya adalah
bagaimana mutu pendidikan yang seharusnya mudah malah menjadi susah diterapkan
dan didapatkan oleh peserta didik.
Sekolah swasta yang dicari
Pada
saat kami serombongan sekolah sma n 1 Dumai studi banding ke sekolah sutomo,
sekolah yang banyak mendapatkan medali olimpiade ipa tingkat nasional dan
internasional; tahun 2012, penulis kagum pada kalimat yang diucapkan oleh kepala sekolah
Sutomo kota Medan.
“anak kami tidak pernah mengikuti les, privat,
atau kursus untuk kelulusan peserta didik di ujian nasional, karena kami sudah
menyeleksi peserta didik dari kelas X (sepuluh). Setiap tahun di setiap kelas x
kami meninggalkan siswa sebanyak sekitar 15 orang dari 40 siswa yang ada ditiap
kelas. Sehingga di kelas XI(sebelas) peserta didik merupakan peserta didik yang
kompeten dibidang mental dan pikiran.
Awalnya kami kehilangan siswa namun lama kelamaan karena sekolah kami
berprestasi (akibat penyaringan sejak kelas X) dihampir segala bidang sekolah
kami selalu dicari orang tua.”
Kepala
sekolah memberikan waktu untuk kami bertanya. Pertanyaan kami adalah: bu,
bagaimana peserta didik berbakat dan pintar di bidang fisika namun lemah
dibidang bahasa Indonesia? Kepala sekolah menjawab pertanyaan kami sederhana
saja.
“setiap
peserta didik punya keahlian yang tidak dimilikinya, jika ahli dan berbakat
dibidang fisika dan lemah dibidang bahasa Indonesia kita tidak toleransi
terhadap kelemahannya. Tidak ada pemaksaan orang yang ahli fisika harus dan
atau dibantu nilainya dibidang lain. Meskipun nilai fisikanya 100 jika nilai
bahasa indonesianya 50 itu adalah konsekuensi yang diterima peserta didik atas
kelemahannya dibidang tersebut.”
Itulah
keyakinan kepala sekolah untuk tetap mempertahankan mutu sekolah dibidang
pengetahuan. Jika peserta didik tidak mampu tidak ada basa basi hak
meninggalkan peserta didik hak sekolah. Tidak ada istilah takut atas keputusan
sekolah. Seperti yang terjadi di Sulawesi tahun 2011.
Fenomena meninggalkan peserta didik
Banyak
faktor ketakutan sekolah untuk membuat keputusan meninggalkan peserta didik,
antara lain:
1.
Peserta didik berprilaku baik, sopan, selalu hadir,
selalu bayar iuran di sekolah dan tidak kriminal serta mematuhi peraturan
sekolah.
2.
Peserta didik ada hubungan kekeluargaan, hubungan
kedinasan dan hubungan jabatan di daerah.
3.
Peserta didik banyak memberikan sumbangan materil di
sekolah. Contoh memberikan bantuan peralatan sekolah, infrastruktur sekolah,
lapangan bola, instrument seni dan bantuan berbentuk memajukan fisik sekolah.
4.
Peserta didik yang tinggal kelas dianggap guru/sekolah
tidak mampu mengajar peserta didik. Sehingga tidak ada keberanian sekolah
meninggalkan peserta didik di kelas lama atau disebut simalakama. Ditinggalkan
artinya gurunya belum benar memberikan pembelajaran. Dinaikkan salah karena
peserta didik tidak pada kapasitasnya dalam hal kemampuan.
Mutu sama dengan sesuai standar bukan asal naik
kelas
Menurut
Philip B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian dengan apa yang
disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement) – sumber: http://aldialbani.blogspot.com/2013/01/teori-kualitasmutu.html#sthash.BaX2ZFIk.dpuf
Semestinya
mutu harus dipertahankan, bukan mempertahankan peserta didik yang tidak sanggup
melanjutkan pembelajaran. Karena banyak peserta didik yang tinggal kelas namun
masa depannya baik. Sebut saja rhenald kasali dulunya tinggal kelas dari kelas
5 menuju kelas 6. Demikian juga andreas raharso, albert einsten, adam khoo
trainer tingkat nasional dari singapura ditolak oleh banyak smp di singapura.
Begitu juga Aristotle Onassis yang sering
mendapat rangking paling bawah di kelas, tinggal kelas dan sekarang menjadi
miliyuner. Bill gates orang terkaya no 1 di dunia 1995-2007 juga pernah di
keluarkan karena tidak sanggup dalam perkuliahan.
Demikian diantara orang yang pernah tinggal
kelas namun dapat kita lihat betapa penting nilai pembelajaran mental dari pada
memberikan nilai dan point tinggi pada peserta didik. Pembelajaran mental dalam
meninggalkan peserta didik adalah memberikan pendidikan bahwa tanggung jawab,
tepat waktu, kejujuran dan berani menanggung resiko merupakan hal mendasar
dalam menjalankan kehidupan ini menuju apa yang dicitakan.
Pendidikan tanggung jawab artinya setiap
perjanjian yang mengandung konsekwensi, pendidikan tepat waktu artinya setiap
persoalan yang didapat dan diberikan hendaknya selesai pada waktu yang
ditentukan. Kejujuran artinya setiap persoalan yang dijalani hadapi dengan
nilai jujur meskipun pahit akibatnya. Dari seluruh bentuk mentalitas tersebut
bernilai resiko, jika salah langkah maka akibatnya mendapatkan nilai rendah dan
akhirnya tinggal kelas. Demikian persoalan yang di hadapi di sekolah dalam
bentuk soal pilihan ganda dan soal esai. Dan jika dalam kehidupan menjadi
persoalan yang tiada henti dihadapi oleh manusia.
Akhirnya sekolah sebagai tempat pendidikan
formal bagi peserta didik harus memberikan pembelajaran mental yang baik dan
benar. Jika peserta didik tidak sanggup menjalankan persoalan dalam bentuk
pertanyaan dan dalam bentuk miniatur kehidupannya maka sekolah harus berani
meninggalkan peserta didik demi masa depannya yang penuh dengan tantangan.
Seperti apa yang dialami oleh tokoh-tokoh yang disebutkan di atas. Karena
pembelajaran mental tokoh-tokoh dunia menjadi hebat hingga abadi sepanjang
masa. Jadilah sekolah yang berani meninggalkan peserta didik, karena tidak
semua peserta didik sanggup seratus persen dalam menjalani persoalan
kehidupannya. Demi menjalani kehidupan yang normal sebaiknya sekolah
mengajarkan bahwa tinggal kelas merupakan bagian pendewasaan menuju perjalanan
panjang peserta didik.
No comments:
Post a Comment