Monday, November 13, 2017

Tabuik: Bukan Syiah



Dumai. Artefak itu digoyangkan dengan kencang, sekira delapan orang menggoncangkan artefak yang disebut tabuik. Warna yang cerah dan tinggi sekira 8 meter. Simbol pada tabuik buraq, malaikat, awan dan pengiring. Goyangan ini disebut pula hoyak.  Orang Pariaman sebagai wilayah pelilik kebudayaan ini menyebutnya oyak tabuik. Oyak tabuik Gerakan Pemuda Pariaman (GEMPAR) begitu semangat disaat matahari memanas di jalan raya Sudirman depan kantor polres kota Dumai saat itu 15 Ok 2017 pukul 09.58 Wib.

Menurut Dr. Asril Muchtar dalam bukunya Sejarah Tabuik telah ada di Pariaman dibawa oleh bangsa Cipahi (sipai) dari Bengkulu yang sebelumnya dari India. Orang India berkulit hitam ini konon keturunan Natsal sebagai pengawal Husain. Ketika itu perang karbala fan Husain terbunuh. Perang ini disebut pula sebagai pembantaian karena 128 orang berbanding ribuan. seseorang yang dipercaya Husain Cucu Nabi Muhammmad SAW bernama Natsal mengambil intan di ikat pinggang lemudian Rasul turun ke bumi dan menampar Natsal kemudian muka Natsal menghitam dan inilah suku sipai yang diyakini pembawa Tabuik ke Pariaman. Burak dirancang sebagai hewan rekaan yang mampu mengangkat dan membawa terbang semua unsur dan ornamentasi Tabuik yang terdapat pada pangkek ateh (pangkat di atas), yakni puncak Tabuik, gomaik, bungo salapan, biliak-biliak, jantuang-jantuang, salapah, dan pasu-pasu.

5 hari sebelum pertunjukan tabuik di kota Dumai yang pro kontra antara mayarakat Pariaman di kota Dumai dengan Majlis Ulama Indonesia kota Dumai (MUI).  Masyarakat Pariaman di Dumai sepakat menjadikan ajang pelantikan Gempar 2017-2022 diisi dengan pertunjukan tabuik. Sementara MUI akan mengeluarkan fatwa melarang karena didesak anggota masyarakat lain yang menyatakan tabuik adalah syiah. Informasi ini penulis dapatkan di Masjid Al-Muhajirin Bukit Datuk, kota Dumai.
Atas pro-kontra ini penulis mewancarai Dr. Asril Muchtar via telp, Berdasarkan wawancara dengan beliau hasil yang diperoleh bahwa benar dulu  tahun 1800an Bengkulu mengenang jasa Husain cucu nabi, membuat pertunjukan seni disebut Tabot. Merupakan artefak yang berbentuk gendang besar dipukul untuk menghimpun suasana meratapi Husain dan memukul-mukul dada. Inilah yang disebut dengan syiah sebagai bentuk duka mendalam terhadap Husain. Setelah penjajahan Inggris meninggalkan Bengkulu maka sipai sebagai pekerja dari penjajah Inggris pindah ke Pariaman yang kemudian membawa Tabot ke Pariaman. Tabot dinamai Tabuik oleh orang Pariaman dengan artefak yang berbeda dan menjadi tabuik seperti pada gambar. Namun tabuik ditolak karena mengandung ajaran syiah. Lama sekali sekitar 70 tahun baru tabuik diterima oleh masyarakat Pariaman telah dipelajari dan telah dihilangkan ajaran syiah. Selesai wawancara penulis menganarkan ke bagian fatwa MUI Dumai.



Sama halnya yang dikatakan Asril Muchtar, S.Kar, M.Hum dalam artikel ilmiah Perayaan Tabuik dan Tabot: Jejak Ritual Keagamaan Islam Syi’ah di Pesisir Barat Sumatra pada jurnal Humaniora Universitas Gajahmada th 2015 memgatakan  pemitosan pada  tabuik
Adapun mitos tabuik Pariaman dilukiskan oleh Nasrul Syam, tuo tabuik (tokoh Tabuik Pariaman) sebagai berikut.
“Setelah Husain terbunuh dengan kondisi tubuh dicincang oleh pasukan Yazid bin Muawiyah, tiba-tiba datanglah sebuah arak-arakan dari langit yang terdiri dari para malaikat dan buraq, dengan membawa ornamen dan wewangian dari surga. Setelah arak-arakan itu mendarat di lokasi Husain terbunuh, para malaikat memasukkan bagian tubuh Husain ke dalam peti yang ada di punggung buraq, dan selanjutnya arak-arakan itu lepas landas menuju langit. Dalam perjalanan menuju langit, para malaikat mencium adanya bau manusia dalam rombongan tersebut, rupanya mereka prajurit Husain yang selamat yang berasal dari Cipahi (Keling) bergantung pada arak-arakan itu, dan ia memohon kepada malaikat agar ikut bersama jenazah Husain, tetapi malaikat tidak mengizinkannya. Kemudian malaikat itu memberikan nasehat agar orang Cipai itu dapat melaksanakan arak-arakan tersebut seperti yang dilihatnya, dan arak-arakan itulah kini yang disebut dengan tabuik”(Wawancara: 2012).

Pukul 10.37 Minggu, 15 Oktober 2017. Walikota Dumai bersama rombongan dan wakil Bupati Pariaman beserta rombongan keluar dari mobil dinas disambut dengan tari pasambahan kemudian meresmikan pertunjukan tabuik yang akan diarak ke taman bukit gelangggang Dumai sekira 2 km dari Polres Dumai. Di depan pak Wali lagi-lagi tabuik dioyak dengan penuh semangat diiringi dengan bunyi gemuruh gandang tasa (seperti snare drum).
Peran gandang tasa dan alat perkusi lainnya membuat susana cemerlang bukan membuat kesedihan sebagaimana dulunya peringatan ini sebagai tanda kesedihan mendalam pada Husain. Simbol peperangan tidak ada lagi. Menepuk-menepuk dada tidak ada lagi. Yang ada simbol kesenangan, kegembiraan. Tidak ada lagi syiah yang dulu menapak di Bengkulu. Tanda peperangan sudah diganti dengan joget bebas  para pemuda Gempar. Bagi perantau Pariaman sebagai pengobat rindu pada daerahnya, bagi warga Dumai dan turis sebagai event  budaya.



Daftar rujukan:
Khanizar.(2004). “Dekonstruksi Estetika Postmodernisme: Membaca Wacana Idealitas Estetis Upacara Tabuik di Pariaman Sumatra Barat”. Jurnal Bheri Jurnal Ilmiah Musik Nusantara Vol. 3 No.1, hlm. 65-78.
_______. (2005). "Upacara Tabuik di Pariaman, Sumatra Barat: Analisis MelaluiTeoriDekonstruksi dan Wacana Estetika Postmodernisme". Tesis S2 Universitas Udayana, Denpasar.

Muchtar, Asril. (2002). “Pertunjukan Gandang Tambua dalam Upacara Ritual Tabuik di Pariaman Sumatera Barat”. Tesis S2 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
____________. (2005). “Gandang Tambua: Musik Pembangkit Semangat ‘Heroik’ dan‘Patriotik’.dalam Upacara Tabuik di Pariaman, Sumatra Barat”. Jurnal Panggung STSI Bandung, No. XXXVII, hlm. 67-74.
____________. (2008). “Upacara Tabuik dalam Sosial Budaya Masyarakat Pariaman: Keberlangsungan dan Perubahannya”. Laporan penelitian, Padangpanjang: STSI Padangpanjang.
_____________. (2013). "Perayaan Tabuik dan Tabot: Jejak Ritual Keagamaan Islam Syiah di Pesisir Barat Sumatra". Dalam Jurnal Panggung ISBI Bandung: Vol. 23. No.3. Hal. 309 - 320
_____________. (2015). "Peran Gandang Tasa dalam Membangun Semangat dan Suasana pada    Pertunjukan Tabuik di Pariaman". Dalam Jurnal Humaniora UGM Yogyakarta: Vol. 27. No.1. Hal. 067-080


______________. (2016)."Tabuik: Pertunjukan Budaya Hibrid Masyarakat Kota Pariaman, Sumatra Barat" Disertasi S3 Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Muhctar, Asril et al, (2016). "Sejarah Tabuik".  Pariaman: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Pariaman. Cetakan kedua.

http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/74622/tabuik-pentas-akulturasi-pariaman/2016-10-30 dilihat 17 Okt 2017

No comments:

Post a Comment